Selasa, Desember 06, 2022
Selasa, Oktober 18, 2022
KOPDAR SEBAGAI AJANG SALING KENAL ANTAR ANGGOTA DAN PENGURUS
Keluarga Mahasiswa Pelajar Pati Yogyakarta telah menyelenggarakan Kopdar dan sekaligus penyambutan buat mahasiswa baru. Acara tersebut digelar di lantai 2 PLAZA UNY pada Minggu siang (16/10/2022).
Dalam pertemuan kopdar
dan penyambutan mahasiswa baru ini
para pengurus dan seluruh anggota KMPP Yogyakarta dilakukan turut
menyukseskan acara yang berlangsung dari jam 10.30 WIB
sampai 12.00 WIB. Kegiatan
tersebut diisi dengan
pengenalan KMPP Yogyakarta,
dilanjutkan dengan sesi interaktif seputar
kegiatan KMPP Yogyakarta dan pengenalan seluruh anggota KMPP Yogyakarta.
“KMPP Yogyakarta bisa
diibaratkan sebagai sebuah rumah,
kita buat senyaman mungkin rumah tersebut sehingga
para anggota keluarga dapat berteduh dengan baik, yang
akhirnya dapat menimbulkan rasa empati untuk menghidupkan rumah (KMPP
Yogyakarta) tanpa ada paksaan,” ungkap Ketua
Umum KMPP Yogyakarta periode 22/23
Bagas Adi Saputra dalam sambutannya.
“Sehebat
apapun kita diluar, ketika kita kembali ke rumah harus siap dan senang hati
dalam menjalankan perintah dari orang tua, begitulah seharusnya
berdinamika dalam KMPP Yogyakarta.
Kita anggap KMPP Yogyakarta sebagai rumah, hati nurani
kita terpanggil untuk menghidupkannya”
lanjut Ketua Umum
KMPP Yogyakarta periode 22/23
Bagas Adi Saputra.
Kegiatan KOPDAR dan
penyambutan mahasiswa baru ini
merupakan salah satu program kerja dari salah satu divisi
di KMPP Yogyakarta yaitu divisi PSDM.
Dalam acara
tersebut dihadiri oleh seluruh Komisariat
KMPP Yogyakarta yang meliputi UGM, UNY, UPN Yogyakarta, UIN SUKA, Amikom, UII,
UNU, ISI, Alma Ata, dan komisariat lainnya.
Peserta sangat
menikmati dan sangat antusias dalam mengikuti acara kopdar dan penyambutan mahasiswa
baru ini, hal ini dapat dilihat dari
banyaknya
peserta yang
ikut meramaikan, dan menyukseskan
acara kopdar tersebut.
"Acara
kopdar dan penyambutan mahasiswa baru ini bisa dijadikan sebuah event untuk
lebih saling mengenal antar anggota dan pengurus, yang pada akhirnya bermuara
pada lancarnya para pengurus dalam
menjalankan program kerja kedepannya” ungkap Demisioner
Ketua Umum KMPP
Yogyakarta periode 21/22
Rizal Hendra Pratama.
Penulis. Syahroel
Sabtu, Oktober 15, 2022
Sepenggal Kisah dari Bina Desa KMPP Jogja: Sebuah Paradoks “Seorang Margono”
Momentum
pandemi ternyata tidak selalu menjadi momok penghambat segala aktivitas. Ragam
pemikiran baru justru muncul dari kondisi yang menghimpit. Rasanya begitu berat
untuk melakukan sesuatu, namun akhirnya semuanya bisa diterima dengan “lapang
dada”. KMPP Jogja justru membuktikan bahwa tidak selamanya pandemi menjadi barrier untuk terus berinovasi.
Kebebasan yang terbuka lebar menjadi faktor pendorong baginya untuk mendirikan
“konstruksi” baru di rumahnya, dan mulai berfikir untuk di – design “tahan gempa”. Bina desa tahun
2021 adalah jawaban atas segala sesuatu. Unsur pengabdian memang bukanlah hal
yang baru, buah pikiran manusia modern yang didorong oleh pemahaman “humanity” sudah begitu mendalam
terpatri di bawah alam sadarnya. Dogma ini sudah diajarkan sejak di bangku
pendidikan, kemudian dibalut dengan ekspektasi masyarakat yang menyandarkan
harapan besar di pundak para kaum akademisi. Berharap mereka yang membawa perubahan
untuk ke arah yang lebih baik.
Dorongan dari dalam juga cukup
“memaksa” orda (KMPP Jogja) mewujudkan harapannya tentang unsur
kebermanfaatannya (bagi masyarakat sekitar). Meskipun tidak pernah tertulis
dalam perlengkapan rumah tangga organisasi, nyatanya KMPP Jogja memiliki benang
merah yaitu dorongan untuk memberi manfaat seluas – luasnya bagi anggota dan
masyarakat luas. Ibarat menjalani kehidupan rumah tangga, tidak ada aturan
tertulis yang disepakati, hanyalah etika dan beban moral yang begitu mengikat
kuat sebagai puncak keadilan tertinggi, terkadang melewati batas logika yang
disepakati secara arbitrer. Meskipun begitu, orang – orang yang terlibat di
dalam tatanan tersebut tidak begitu merasakan keterpaksaan, semuanya dibungkus
dengan alasan kewajiban.
Dua
Mahzab
Benang merah ini setidaknya sudah
melampaui hampir satu dekade generasi KMPP Jogja. Nafas pengabdian begitu
memenuhi setiap detak dan detik denyut nadi orda tertua tersebut. Eksekusi
kegiatan pengabdian KMPP digolongkan dalam dua aliran, klasik dan mutakhir.
Keduanya saling mengkritik satu sama lain. Sistem klasik lahir dari
“keangkuhan” penyelenggara pengabdian yang seolah – olah paling tahu kondisi
masyarakat. Menilai segala fenomena dengan gagasannya yang bersumber dari
kajian teoritis yang melahirkan dalil – dalil yang seolah – olah sudah tepat
(menurut penyelenggara). Setelah melewati berbagai uji coba, lahirlah aliran
mutakhir yang menyadari bahwa situasi lapangan tidak sesederhana seperti yang
di dalil – dalilkan. Melahirkan Ijma’ dan
Qiyash antara sesama pengabdi untuk
bersikap. Memadukan dalil – dalil yang terus dipaksakan untuk diterapkan sambil
memperhatikan kemajemukan masyarakat. Lahirlah interdisipliner yang mencoba
untuk bersinergi bertukar pikiran, melepaskan benang kusut yang terlanjur
rumit. Pemikiran ini melahirkan kaum mutakhir dengan pandangan “hermeunitik”.
Hermeunitik menekankan pemecahan permasalahan selain membutuhkan banyak pihak
dari berbagai bidang, juga perlu dilakukan secara berulang dengan siklus: dikaji
– dilakukan – dibenahi – dikaji – dilakukan – dan dikaji kembali. Terobosan
bina desa yang dicetuskan KMPP Jogja lebih tendensius ke arah mutakhir.
Terkadang pemikiran abu – abu
diperlukan, tidak serta merta hitam dan putih, keduanya bisa dipadukan tanpa
dengan peran kedua warna tersebut tidak ada yang dominan. Mungkin inilah yang
akan memunculkan aliran baru pengabdian di masa depan. Diprediksi kedepan akan
ada pihak yang mendalami mutakhir kemudian mencoba mengkritisi kembali
kelemahan aliran mutakhir. Rasanya memang harus kembali ke hermeunitik
(penafsiran yang dilakukan secara berulang). Terkadang klasik dan mutakhir
diperlukan dalam waktu yang bersamaan.
Mutakhir:
Sebatas ilusi (?)
Mutakhir lahir menjadi sebuah resolusi dan menjawab dari segala problem yang dialami aliran klasik. Namun dalam praktinya agak susah dalam memisahkan keduanya. Dirasa cukup sukar untuk berdiri secara tegas di salahsatunya. Biasanya konsep dalam aliran klasik digunakan sebagai “hiburan” disela standardisasi konsep mutakhir yang cukup membosankan karena harus berkutat pada kajian yang kuat sebelum dieksekusi. Tidak bisa dimungkiri, untuk mencapai tujuan akhir konsep mutakhir diperlukan ketelitian dan kesabaran. Hasil tidak dapat langsung diperoleh, dan harus diwariskan antar generasi. Ujung dari tujuan ini adalah melanggengkan benang merah arah pergerakan KMPP Jogja.
Sejauh ini bina desa yang dilakukan masih sebatas seremonial dengan sedikit memikirkan unsur kebermanfaatan secara langsung. Secara kasat mata tampak demikian, namun sejatinya adalah dalam proses menghayati konsep mutakhir yang memang tidak dapat dirasakan langsung hasilnya. Aspek lain, kebermanfaatan baru dapat menjangkau internal KMPP Jogja untuk belajar terjun langsung memasuki problem di masyarakat. Namun tidak semata – mata bisa disalahkan, salahsatu hal yang paling sulit adalah menghadapi problem di masyarakat dengan segala kompleksitas problem. “Tidak ada hal yang sia – sia”.
NAFAS ORMADA (ORGANISASI MAHASISWA DAERAH) INDEPENDENT, DI ERA GEMPURAN ORGANISASI EKSTERNAL KAMPUS BERBASIS POLITIK.
Tulisan ini berdasarkan sudut pandang subjektif penulis saja, yang mungkin dapat memicu sentimen pembaca. Penulis merasa mereka Organisasi Eks(Eksternal) kampus mulai mengekspansi ormada. Sejujurnya tulisan ini berisikan kegundahan penulis terkait kehidupan ormada dimasa masa mendatang, mengingat begitu brutalnya mereka, sebut saja (oknum) Eksternal Kampus dalam mengekspansi ormada demi kepentingan-kepentingan politis.
apa sih itu ormada ?, ormada memiliki kepanjangan yakni “Organisasi mahasiswa daerah”, biasanya berisikan sejumlah mahasiswa yang berasal dari satu daerah dan sedang menempuh Pendidikan di satu universitas, atau daerah yang sama. Tentunya ormada terbentuk bukan tanpa visi-misi. Sejauh pengamatan penulis, kecenderungan atau kultur ormada lebih bersifat kekeluargaan, persaudaraan yang kuat dalam kesehariannya, dan tidak kolot terhadap struktural, bahkan disejumlah ormada menganggap struktural hanyalah formalitas saja. Hal itu bukan tanpa alasan, karena di dalam ormada begitu sangat tinggi menjunjung hubungan kekeluargaan, Tapi bukan berarti visi-misi dari ormada dapat dikesampingkan, karena hal tersebut merupakan ideologi dari ormada sendiri.
Disisi lain, seringkali kita menjumpai organisasi-organisasi yang berada di kampus, baik yang di internal kampus ataupun eksternal kampus, banyak dari mereka menawarkan berbagai kecenderungan bidang atau minat kepada mahasiswa, salah satunya di bidang politik. Yang membedakan organisasi Eksternal kampus dengan Ormada ialah, Organisasi Ekstra kampus begitu sangat Struktural dan formal. Hal tersebut dapat dilihat perbedaannya dari cara perekrutan anggotanya. biasanya jika ormada tidak mengadakan perekrutan anggota baru dengan tes masuk, dalam artian gabung ya gabung aja, mentok-mentok ikut makrab Angkatan. sedangkan organisasi Eksternal kampus dalam perekrutan anggotanya mengadakan tes masuk dan setelahnya diikuti pengkaderan tahap awal serta janji, sumpah sampah. Memang banyak sekali perbedaan antara keduanya, hal ini terjadi karena secara kultur juga sangat berbeda.
Terlebih dahulu penulis ingin mengulik sedikit terkait kegundahan mahasiswa baru (maba) dalam memilih tempat berprosesnya di organisasi. Terlepas dari minat terdalam maba dalam memilih organisasi, banyak juga yang terjerumus omongan-omongan manis kating (kakak tingkat) dalam merayu maba supaya bergabung pada organisasi politik yang sakit. “Secara logikanya sih gini ya bro, siapa maba yang notabene berasal dari kampung, dengan kepolosannya tentang dunia gelap kampus, dengan semangat remajanya yang begitu berapi api dan gampang terprovokasi. Siapsih yang tidak tertarik terkait obrolan kating teoritis dan seakan-akan ingin menjadikan mahasiswa adalah dewa bagi rakyat jelata, dan menjadi mahasiswa adalah segala galanya bla bla bla” . bahkan penulis pernah menjumpai maba di salah satu universitas besar di Yogyakarta, yang dirinya dibuat stress oleh rayuan para katingnya dalam memilih organisasi politik kampus. Padahal penulis melihat maba tersebut tidak ada kecenderungan menyukai organisasi yang berafiliasi politik, “ya memang lagi-lagi karena omongan, rayuan kakak tingkatnya yang begitu manis berbisa yang membuat hatinya gundah gulana, dan seakan akan jika menolak tawaran tersebut dirinya diselimuti rasa tidak enakan”.
Lantas bagaimanakah dengan ormada ?, ormada seringkali dianggap remeh oleh mereka. Terletuk celoteh mahasiswa “ahhh, ngapain sih jauh-jauh Pendidikan di kota orang masak ketemunya yang satu kota, ga asik gabikin maju, capek doang dan umpatan jelek lainya”. Penulis beranggapan bahwasannya mungkin mereka belum mengalami bagaimana liarnya sirkel pertemanan di kota-kota besar, mungkin mereka belum pernah merasakan bagaimana menemukan sirkel yang toxic, dan kemungkinan-kemungkinan lainnya, yang pada akhirnya berujung merugikan untuk diri sendiri.
Mempertahankan ormada independen bukanlah suatu hal yang bisa dikatakan mudah, karena untuk keberlangsungan kegiatan-kegiatanya ormada independen tidak bergantung terhadap siapapun kecuali anggotanya sendiri. Berbagai pengorbanan dilakukan anggotanya untuk mempertahankan ormada, baik berupa tenaga, waktu, bahkan biaya. Hal tersebut Akan jauh berbeda jika dibandingkan dengan organisasi eksternal kampus berbasis politik yang secara finansial sangat setabil, bahkan tak jarang ada individu yang bergantung hidup padanya.
Terlepas
dari berbagai macam permasalahan pelik yang dialami oleh ormada, saya kira
mereka yang memilih bertahan untuk menghidupi ormada, membesarkan nama kotanya,
dan mensumbangsihkan ilmunya untuk kemajuan kota kelahirannya di era gempuran
organisasi politik adalah orang-orang hebat dengan cinta yang kuat serta otak
yang sehat.
#SALAM_SEDULUR
Kamis, Oktober 13, 2022
Siswa SMA Kena Bacok Klitih di Moyudan, Sleman
Rabu- Terjadi insiden klitih yang lagi-lagi menjadi teror bagi masyarakat Yogyakarta. Klitih kembali melakukan aksi teror di Kawasan Krandon, Sidomoyo, Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman. Seorang pelajar SMA asal Nasri, Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman mengalami nasib nahas. Korban berinisial K mengalami luka bacok di bagian belakang dan saat ini menjalani perawatan intensif di rumah sakit. Satu orang korban lagi turut menjadi target aksi bengis klitih yang tidak lagi asing terdengar sebagai geng meresahkan di Yogyakarta.
Dalam salah
satu pesan terusan disampaikan anggota klitih berjumlah 16 orang.
Gerombolan anak-anak di bawah umur ini melakukan aksinya dengan brutal sehingga
tidak ada yang berani menolong korban pada waktu kejadian.
Aksi klitih
masih kerap terjadi di beberapa kawasan di daerah Yogyakarta. Beberapa tempat
yang menjadi himbauan Bhabinmas agar para pengguna jalan waspada antara lain:
Jl. Bantul
Jl. Kabupaten
Jl. Godean
Jl. Kaliurang
Klitih menyerang korbannya tanpa pandan
bulu menggunakan sajam maupun senjata rakitan seperti gear motor atau
benda-benda lain yang dapat menimbulkan luka serius. Jika dirasa tidak memiliki
kepentingan yang amat mendesak, hindari untuk keluar malam di atas pukul
sembilan malam.
Yogyakarta,
Kamis 13 Oktober 2022.
Alyanisa M.