SURAT
DI SUDUT BIBIR
Oleh:
Surini
Gelap
menjubahi bibir tergetas
Bukan
karena udara yang gigil
tuan,
Apa
engkau mendengar ceritaku
Merintih
dibalik gubuk
Dalam
tarian makhluk kecil yang mencintai tubuhku
Begitu
mesra mengakar
Memeluk
setiap sayat daging
Meskipun
tak dapat kugapai dengan mata telanjang
Temaram
dalam kelabu menabuh nyanyian mata gerimis
Senandung
syair jantung selalu menggema
Dalam
suara terbata-bata
Aku
hanya merengguk ampas
Yang
membuatku terbatuk
Aku
hanya mampu
Merangkak
memungut detik demi detik
Menyusuri
denting ayunan takdir
Dari
bilangan usia yang tak dapat dirumuskan
Di
setiap atap perempatan senja
Setiaku
menunggu kehadiran penjeput pilu
Namun
asa hanya berkeping jadi debu
Di
ujung jalan tak berujung
Udarapun
menyengir
Di
tepi pintu nafasku
Ku
hanya tulang rapuh tanpa koin
Terkapar
di tanah gesang tak bertuan
Yogyakarta
DIRIKU
BERGANTI NAMA
Oleh:
Surini
Kulit
mulusku kini bertailalat
Tubuh
pun tak sedap berbau pengap
Sejuk
jago merah menjilat kuat penuh santap
Lapuk,
kulit kering mencuat tak berkarat
Lisan
berlalu lalang di padang ilalang hilang
Jantung
mengatup, mata membuta
Derita
bertahta, tangis meringis
Paras
rona rembulan petang kian pulang
Detik-detik
mendebarkan diriku berganti nama
Negeri
asap, telah bermuara di tikar cakrawala
Sirna
sudah, lahir jari jemari menengadah
Para
wayang berjalan tanpa arah bertubuh penuh panah
Yogyakarta
JAWABNYA
Oleh:
Surini
Saya
ini hanya polusi
Tenang,
bukan
racun yang sekaligus mematikan
Lisanku
belum usai
Tenanglah
Seperti
yang terlihat
Buah
kataku terpetik ranum, tak mampu berbohong
Terdidik
apik
Oleh
sahabat kecilku
Bola
putih bernoda hitam itu
Tenanglah,
Kau
kan temukan jalanmu diujung waktu nanti
Hingga
setundung harap,
sebongkah
pilu
tak
akan pernah memelas,
merengek-rengek
lagi
Bukan
jalanku yang akan kau lalui
Ini
sakit,
ini
licin sangat licin
Kau
pasti akan terjatuh
Hingga
asamu melepuh
Perlu
kau tau
Lorong
ini sangat kotor,
dunia
pun enggan menoleh
Hanya
waktu yang mampu menjadi sahabatku
Menimbun
albumku dengan deburan debu
Abstrak,
matapun
kasad melihat
Hingga
dunia buta
Bisu,
tak
mengataku lagi
Yogyakarta
BERNOSTALGIA
DI TAMAN SURGA
Oleh:
Surini
Bunga
cantik itu telah layu
Kriput,
mengerut
Tiada
kelu menderu
Cintanya
terus menerus mengalun lembut
Bunda
Aku
dengar lagi suaramu disini
Di
tepi kota berbaju senja
Dimana
darah menangis meringis
Rindu
kian terbalaskan
Tiada
lagi cercaaan
Hingga
lahir cerita bulan bernostalgia di taman surga
Terajut
bahagia paripurna di tengah istana
Pati
*Surini, Penikmat sastra yang kebetulan lahir di Desa Kuningan, Juwana.